Andai
Aku seorang penari
Kain
sutera…
Tahta
dan keindahan tercipta dari sejuta warna warna dalam gerak tubuhmu….
Andai
aku seorang penari….
Mendengar
hanya untuk nada nada menenangkan
Berkeringat
hanya untuk menciptakan lekukan tubuh yang romantis
Dan
hanya melihat untuk keindahan takdirmu
Dimana
Beberapa pasang mata yang mengaggumi
Menjadi
sangat mudah
Untuk
mencintaimu
Andai
aku seorang penari…
***
Pagi ini ia menjumput kopi dan menghisap puntung rokoknya di
tengah tengah kerumunan rasa kantuk seklaigus kegelisahan dalam jiwanya, jam
menunjukkan pukul tiga pagi, dimana ayam dan burung camar masih sibuk bermimpi.
Ia menuliskan ribuan kata untuk memprotes keadilan yang di
pertanyakan oleh seluruh warga penggusuran lahan persawahan yang di jadikan
tempat bisnis para aristocrat kelak. Dalam tulisannya, ia mewakili warga yang menuntut penggantian lahan kepada beberapa
pihak yang terkait dalam artikelnya berjudul “ Sawah kami milik Tuhan!”
Menenggelamkan diri dalam lelah dan tertidur hingga pukul
lima pagi.
***
“Entah kenapa aku selalu suka dengan madding
ini, artikelnya selalu terasa segar dan menarik di baca setiap pagi!” Tutur
Armend kepada Ibunya yang mana seorang ketua yayasan di Fakultas-nya.
Armend seorang yang beruntung dalam
hidup , salah seorang anak Keturunan bangsawan yang selalu disegani dan di puji
banyak mata yang memandang. Bahkan untuk mendapatkan pujiannya saja adalah
sebuah hal yang sangat mahal untuk di dapatkan.
Armend dan Ibunya menuju Auditorium
untuk menghadiri acara pembukaan pameran yang akan di mulai lima belas menit
lagi. Ruangan auditorium Nampak ramai dengan gemuruhnya antusias para penggiat seni, Armend menjadi penonton paling depan diantara
mahasiswa yang lain.
***
Perempuan kumal dengan jacket levis di
tangannya datang menghampiri kerumunan orang – orang yang sibuk berbincang di
depan ruangan auditorium
“Ada acara apa sih di audit?” tanyanya.
“Pembukaan pameran”
“Pameran?”
“Iya Pameran seni!”
“Um.. Thanks yah!”
Ia menjamah acara itu dengan antusiasme
yang sekedar, untuk memenuhi rasa keingintahuannya, ia mulai mencari tempat
duduk yang sudah tak bersisa. Beberapa jam kemudian, Nampak sambutan satu persatu
memberikan apresiasi yang luar biasa kepada penggiat seni. Dan disanalah Armend
pun ikut memberikan suaranya sebagai wakil juru bicara mahasiswa dalam
menyatakan kekagumannya atas karya para mahasiswa di Universitasnya.
Perempuan dengan rasa ingin tahu itu
maju untuk mengambil beberapa gambar. orang – orang yang menaiki podium dengan
leluasanya mereka berbicara karena status hidupnya. Ya.. Bu rektor, beserta
jajaran – jajaran elit yang dihargai oleh beberapa manusia diruangan ini. Dan seketika
Armend turun pikirannya menangkap sesuatu untuk membuat suatu berita khusus di
acara ini. Ketika Armend turun dari podium ia menghampiri dan mengajaknya
berbicara halus seraya berbisik.
“Bisa kita wawancara sebentar?”
Tanyanya
“Ya.. Bisa.. Dimana?” Armend menjawab
“Jangan disini terlalu bising dan tidak
serius!” pintanya.
“Saya minta waktu sebentar untuk
menonton pertunjukkan tari klasik bisa kan?. Duduk dulu disini bersama, nanti
biar sama – sama kita keruangan untuk wawancara” dengan bijaksananya kata – kata itu terucap.
“oh ya.. Trimakasih”
Tiba – tiba suasana auditorium menjadi
hening, lampu – lampu yang terang mulai dimatikan beberapa, dan Nampak begitu
klasik seketika ruangan ini. Di susul bunyi bunyi halus dan semakin membuat
pendengar terbuai akan nada – nadanya, alunannya klasik dan begitu menenangkan.
Gaun merah gelap tiba – tiba muncul, Nampak terbuat dari sutera yang mahal dan terlihat
senada dengan suasana gelap nan romantis ini, muncul seorang penari dengan
kakinya yang Nampak tak berbulu, putih, bersih, dan gemulai. Seakan akan nada
yang ada mengikuti gerak indah tubuhnya. Semua mata terpesona di buatnya,
Armend terlihat begitu takjub dengan penampilan gadis bersutera merah nan
elegan yang sedang menari. Matanya Nampak terkesima seperti memancarkan sebuah
cahaya jingga yang berbeda dari orang awam biasa, mata seorang garis darah biru
yang terlihat dari sisi sisi seorang perempuan yang mengajaknya wawancara
nanti. Perempuan itu mulai memperhatikan Armend pria yang ada di sisinya, ada
keindahan di matanya yang terlihat jelas tepat di sebelahnya.
“Hey Mari kita wawancara!” Armend
mengaggetkan
“Oh ya..! dimana?”
“sini ikut aku”
Ia dan Armend tiba di sebuah ruangan
yang sangat sejuk, di taman belakang kantor milik ibunya duduk dan bekerja.
“Aku ga pernah nyangka ternyata ada
tempat seindah ini!”
“hahaha… Mahasiswa mana yang tahu
selain aku?”
“iya anda beruntung karena anda ini
adalah anak dari ibu rektor, jadi bisa menikmati berbagai fasilitas yang ada
disini ”
“Panggil saja aku Armend, ya Ibuku
menyukai ketenangan, dan susasana suasana berbau alam. Oia siapa nama kamu?”
mengulurkan tangannya.
“Soraya” dari POINT media ,majalah kampus.
“Hm… Oke… lalu mau bertanya apa” Armend
duduk di tepian kolam yang tersinari sedikit cahaya mentari, kulit wajahnya
yang putih menjadi kian bercahaya. Kesempurnaan memang benar benar melekat erat
di dirinya. Wawancara berlangsung cukup tenang dan berbagai jawaban di jawabnya
dengan penuh kepuasan bagi Soraya.
“Pertanyaan terakhir,…. Aku melihat
kamu begitu antusias melihat seorang penari di penutup acara tadi. Begitu
terkesima, dan menikmati sekali. Kenapa?”
“haha… jadi dari tadi kamu perhatikanku
ya?..” Armend membuat soraya menatapnya malu.
Dia
seorang penari dan sekaligus seorang mahasiswa Paris yang akan pindah hari ini
untuk meneruskan kuliahnya di kampus ini. Entah kenapa, aku begitu terkesima
saat pertemuan pertamaku bersamanya, ia menari di ruang gallery kampus kemarin
sore, berlatih seorang diri berteman musik dan angin angin yang membawa
tubuhnya menjadi indah, tarian klasik itu pada dasarnya memang berasal dari
Paris, tetapi keindahan tarian itu adalah miliknya, dari jiwanya yang begitu
indah, dari perasaannya yang begitu dalam dan menjiwai perannya sebagai
penari. Aku selalu kagum dengan
keindahan tubuh wanita yang terbalut sutera, begitu elegan nan cantik, bahkan
jari jemari seorang penari itu adalah keindahan yang dititiskan para bidadari
di angkasa sana untuk mereka. Aku adalah penikmat seni, dan dia “Karina” adalah
penari pertama yang berbeda dari penari penari yang aku lihat.
“Berkesan sekali berdiskusi dengan anda
Armend.. trimakasih banyak. Maaf jika aku mengganggu waktumu”
“Tidak..tidak.. Aku senang pernyataanku
akan ada di majalah kampus dan dibaca banyak orang”
“Tenang saja!” Soraya tersenyum
“Oia.. boleh Tanya satu hal?”
“Boleh.. apa?”
“Kamu tahu siapa pengurus madding yang tepat berada di sebelah kanan pintu masuk kampus?”
“emm… entahlah. madding itu memang
hanya berisi tulisan tangan dari para mahasiswa sepertinya itu tidak ada yang
mengurus”
“kamu tahu nama mahasiswa bernama ESA? Setiap
artikelnya ada di madding, aku sangat menyukainya, kritis sekali, aku ingin
banyak bertanya tentang Indonesia setelah lama di Belanda”
Soraya hanya menggelengkan kepala dan
meminta izin untuk pamit pergi, Armend menyetujui perpisahan itu dan
mengantarkannya kedepan hingga Soraya berlalu dan menghilang.
***
Ibu pertiwiku…
Bolehkah aku sejenak berhenti…
Menghentikan ambisi ambisi ini…
Menutup erat telingaku untuk mendengar jerit dan tangisan hati
rakyat kita
Membutakan mataku untuk tidak melihat sebentar saja
kesusahan kesusahan kita
Negri ini ini tidak akan pernah indah jika masih ada
penghianat , koruptor, dan kaum kapitalis…
Ibu pertiwiku….
Bolehkah aku merasakan cinta malam ini….
Meninggalkan semua luka – luka mu dan beralih dimana hari
ini aku merasa terbebas dari hal itu
Aku merasa terdiam dari tangis
Hanya karena satu nama
Aku melihat warna jingga dari pusaran cahaya matanya
Ada binar binar ketenangan dalam jiwanya
Mengantarkanku pada sebuah kisah kecil pagi tadi
Perahu layar entah dimana, dilautanmu yang biru ataukah di
lautanmu yang memutih
Disanalah jiwaku
Terombang ambing
Padi yang menguning menari karena sinarnya
Aku seperti seekor kumbang yang tak sadarkan diri
Ingin mendapatkan sinar juga dari matahari
Tetapi padilah yang menang
Hamparan padi akan menjadi perhatian utama bagi sang sinar
Bukan seekor kumbang kecil
Yang tidak begitu Nampak dan membahagiakan
Kain sutera…. Tahta…. Kecantikan…. Keindahan….
Adalah sebuah peluang besar dan keberuntungan dalam hidup
Dilahirkan dalam tahta yang sama
Dalam garis keturunan yang memang sudah kodratnya….
Takdirku
Hanya bersamamu wahai ibu pertiwi
Meronta dan menjerit mengadukan keadilan dan kegemuruhan
hidup kita kepada penguasa dan pencipta
Tidak ada kain sutera…
Tidak ada berfikir untuk cantik…
Hanya ingin udara
Hanya ingin merasakan tidur nyenyak
Tanpa rasa lapar…
Meski disana ada kesempatan bagi kita memperjuangkan cinta
Tapi tahta tetaplah menjadi setara
Dan garis takdir ini
Aku persembahkan bersama orang – orang yang meronta
Karena mereka yang bertahta
-Akulah ESA-
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah..... karena Indonesia demokrasi...