Jumat, 01 Februari 2013

Andai aku seorang Penari


Andai Aku seorang penari

Kain sutera…
Tahta dan keindahan tercipta dari sejuta warna warna dalam   gerak tubuhmu….
Andai aku seorang penari….
Mendengar hanya untuk nada nada menenangkan
Berkeringat hanya untuk menciptakan lekukan tubuh yang romantis
Dan hanya melihat untuk keindahan takdirmu
Dimana Beberapa pasang mata yang mengaggumi
Menjadi sangat mudah
Untuk mencintaimu
Andai aku seorang penari…
            ***

Pagi ini ia menjumput kopi dan menghisap puntung rokoknya di tengah tengah kerumunan rasa kantuk seklaigus kegelisahan dalam jiwanya, jam menunjukkan pukul tiga pagi, dimana ayam dan burung camar masih sibuk bermimpi.
Ia menuliskan ribuan kata untuk memprotes keadilan yang di pertanyakan oleh seluruh warga penggusuran lahan persawahan yang di jadikan tempat bisnis para aristocrat kelak.  Dalam tulisannya, ia mewakili warga yang  menuntut penggantian lahan kepada beberapa pihak yang terkait dalam artikelnya berjudul “ Sawah kami milik Tuhan!”
Menenggelamkan diri dalam lelah dan tertidur hingga pukul lima pagi.
***
“Entah kenapa aku selalu suka dengan madding ini, artikelnya selalu terasa segar dan menarik di baca setiap pagi!” Tutur Armend kepada Ibunya yang mana seorang ketua yayasan di Fakultas-nya.
Armend seorang yang beruntung dalam hidup , salah seorang anak Keturunan bangsawan yang selalu disegani dan di puji banyak mata yang memandang. Bahkan untuk mendapatkan pujiannya saja adalah sebuah hal yang sangat mahal untuk di dapatkan.
Armend dan Ibunya menuju Auditorium untuk menghadiri acara pembukaan pameran yang akan di mulai lima belas menit lagi. Ruangan auditorium Nampak ramai dengan  gemuruhnya antusias para penggiat seni,  Armend menjadi penonton paling depan diantara mahasiswa yang lain.
***

Perempuan kumal dengan jacket levis di tangannya datang menghampiri kerumunan orang – orang yang sibuk berbincang di depan ruangan auditorium
“Ada acara apa sih di audit?” tanyanya.
“Pembukaan pameran”
“Pameran?”
“Iya Pameran seni!”
“Um.. Thanks yah!”
Ia menjamah acara itu dengan antusiasme yang sekedar, untuk memenuhi rasa keingintahuannya, ia mulai mencari tempat duduk yang sudah tak bersisa. Beberapa jam kemudian, Nampak sambutan satu persatu memberikan apresiasi yang luar biasa kepada penggiat seni. Dan disanalah Armend pun ikut memberikan suaranya sebagai wakil juru bicara mahasiswa dalam menyatakan kekagumannya atas karya para mahasiswa di Universitasnya.
Perempuan dengan rasa ingin tahu itu maju untuk mengambil beberapa gambar. orang – orang yang menaiki podium dengan leluasanya mereka berbicara karena status hidupnya. Ya.. Bu rektor, beserta jajaran – jajaran elit yang dihargai oleh beberapa manusia diruangan ini. Dan seketika Armend turun pikirannya menangkap sesuatu untuk membuat suatu berita khusus di acara ini. Ketika Armend turun dari podium ia menghampiri dan mengajaknya berbicara halus seraya berbisik.
“Bisa kita wawancara sebentar?” Tanyanya
“Ya.. Bisa.. Dimana?” Armend menjawab
“Jangan disini terlalu bising dan tidak serius!” pintanya.
“Saya minta waktu sebentar untuk menonton pertunjukkan tari klasik bisa kan?. Duduk dulu disini bersama, nanti biar sama – sama kita keruangan untuk wawancara”  dengan bijaksananya kata – kata itu terucap.
“oh ya.. Trimakasih”

Tiba – tiba suasana auditorium menjadi hening, lampu – lampu yang terang mulai dimatikan beberapa, dan Nampak begitu klasik seketika ruangan ini. Di susul bunyi bunyi halus dan semakin membuat pendengar terbuai akan nada – nadanya, alunannya klasik dan begitu menenangkan. Gaun merah gelap tiba – tiba muncul, Nampak terbuat dari sutera yang mahal dan terlihat senada dengan suasana gelap nan romantis ini, muncul seorang penari dengan kakinya yang Nampak tak berbulu, putih, bersih, dan gemulai. Seakan akan nada yang ada mengikuti gerak indah tubuhnya. Semua mata terpesona di buatnya, Armend terlihat begitu takjub dengan penampilan gadis bersutera merah nan elegan yang sedang menari. Matanya Nampak terkesima seperti memancarkan sebuah cahaya jingga yang berbeda dari orang awam biasa, mata seorang garis darah biru yang terlihat dari sisi sisi seorang perempuan yang mengajaknya wawancara nanti. Perempuan itu mulai memperhatikan Armend pria yang ada di sisinya, ada keindahan di matanya yang terlihat jelas tepat di sebelahnya.
“Hey Mari kita wawancara!” Armend mengaggetkan
“Oh ya..! dimana?”
“sini ikut aku”
Ia dan Armend tiba di sebuah ruangan yang sangat sejuk, di taman belakang kantor milik ibunya duduk dan bekerja.
“Aku ga pernah nyangka ternyata ada tempat seindah ini!”
“hahaha… Mahasiswa mana yang tahu selain aku?”
“iya anda beruntung karena anda ini adalah anak dari ibu rektor, jadi bisa menikmati berbagai fasilitas yang ada disini ”
“Panggil saja aku Armend, ya Ibuku menyukai ketenangan, dan susasana suasana berbau alam. Oia siapa nama kamu?” mengulurkan tangannya.
“Soraya”  dari POINT  media ,majalah kampus.
“Hm… Oke… lalu mau bertanya apa” Armend duduk di tepian kolam yang tersinari sedikit cahaya mentari, kulit wajahnya yang putih menjadi kian bercahaya. Kesempurnaan memang benar benar melekat erat di dirinya. Wawancara berlangsung cukup tenang dan berbagai jawaban di jawabnya dengan penuh kepuasan bagi Soraya.
“Pertanyaan terakhir,…. Aku melihat kamu begitu antusias melihat seorang penari di penutup acara tadi. Begitu terkesima, dan menikmati sekali. Kenapa?”
“haha… jadi dari tadi kamu perhatikanku ya?..” Armend membuat soraya menatapnya malu.
Dia seorang penari dan sekaligus seorang mahasiswa Paris yang akan pindah hari ini untuk meneruskan kuliahnya di kampus ini. Entah kenapa, aku begitu terkesima saat pertemuan pertamaku bersamanya, ia menari di ruang gallery kampus kemarin sore, berlatih seorang diri berteman musik dan angin angin yang membawa tubuhnya menjadi indah, tarian klasik itu pada dasarnya memang berasal dari Paris, tetapi keindahan tarian itu adalah miliknya, dari jiwanya yang begitu indah, dari perasaannya yang begitu dalam dan menjiwai perannya sebagai penari.  Aku selalu kagum dengan keindahan tubuh wanita yang terbalut sutera, begitu elegan nan cantik, bahkan jari jemari seorang penari itu adalah keindahan yang dititiskan para bidadari di angkasa sana untuk mereka. Aku adalah penikmat seni, dan dia “Karina” adalah penari pertama yang berbeda dari penari penari yang aku lihat.
“Berkesan sekali berdiskusi dengan anda Armend.. trimakasih banyak. Maaf jika aku mengganggu waktumu”
“Tidak..tidak.. Aku senang pernyataanku akan ada di majalah kampus dan dibaca banyak orang”
“Tenang saja!” Soraya tersenyum
“Oia.. boleh Tanya satu hal?”
“Boleh.. apa?”
“Kamu tahu siapa pengurus madding yang  tepat berada di sebelah kanan pintu masuk kampus?”
“emm… entahlah. madding itu memang hanya berisi tulisan tangan dari para mahasiswa sepertinya itu tidak ada yang mengurus”
“kamu tahu nama mahasiswa bernama ESA? Setiap artikelnya ada di madding, aku sangat menyukainya, kritis sekali, aku ingin banyak bertanya tentang Indonesia setelah lama di Belanda”
Soraya hanya menggelengkan kepala dan meminta izin untuk pamit pergi, Armend menyetujui perpisahan itu dan mengantarkannya kedepan hingga Soraya berlalu dan menghilang.
***
Ibu pertiwiku…
Bolehkah aku sejenak berhenti…
Menghentikan ambisi ambisi ini…
Menutup erat telingaku untuk mendengar jerit dan tangisan hati rakyat kita
Membutakan mataku untuk tidak melihat sebentar saja kesusahan kesusahan kita
Negri ini ini tidak akan pernah indah jika masih ada penghianat , koruptor, dan kaum kapitalis…
Ibu pertiwiku….
Bolehkah aku merasakan cinta malam ini….
Meninggalkan semua luka – luka mu dan beralih dimana hari ini aku merasa terbebas dari hal itu
Aku merasa terdiam dari tangis
Hanya karena satu nama
Aku melihat warna jingga dari pusaran cahaya matanya
Ada binar binar ketenangan dalam jiwanya
Mengantarkanku pada sebuah kisah kecil pagi tadi
Perahu layar entah dimana, dilautanmu yang biru ataukah di lautanmu yang memutih
Disanalah jiwaku
Terombang ambing
Padi yang menguning menari karena sinarnya
Aku seperti seekor kumbang yang tak sadarkan diri
Ingin mendapatkan sinar juga dari matahari
Tetapi padilah yang menang
Hamparan padi akan menjadi perhatian utama bagi sang sinar
Bukan seekor kumbang kecil
Yang tidak begitu Nampak dan membahagiakan

Kain sutera…. Tahta…. Kecantikan…. Keindahan….
Adalah sebuah peluang besar dan keberuntungan dalam hidup
Dilahirkan dalam tahta yang sama
Dalam garis keturunan yang memang sudah kodratnya….

Takdirku
Hanya bersamamu wahai ibu pertiwi
Meronta dan menjerit mengadukan keadilan dan kegemuruhan hidup kita kepada penguasa dan pencipta
Tidak ada kain sutera…
Tidak ada berfikir untuk cantik…
Hanya ingin udara
Hanya ingin merasakan tidur nyenyak
Tanpa rasa lapar…

Meski disana ada kesempatan bagi kita memperjuangkan cinta
Tapi tahta tetaplah menjadi setara
Dan garis takdir ini
Aku persembahkan bersama orang – orang yang meronta
Karena mereka yang bertahta

-Akulah ESA-

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah..... karena Indonesia demokrasi...