Senin, 17 Desember 2012

Jurnalistik MUSIK Indonesia Hanya SAMPAH



Jurnalistik MUSIK Indonesia Hanya SAMPAH

                Para Jurnalis musik, kini bukan lagi malaikat bagi para seniman penggiat music, tetapi semakin menjadi boomerang dalam karir bermusik mereka (Para Seniman).  Jelas saja, kini para jurnalis bukan lagi mementingkan kualitas musik dari berbagai genre, bukan lagi membahas ketajaman seorang seniman menciptakan sebuah karya yang baik, memperhatikan sejauh mana arti dari karya musiknya, seperti lagu Donna..Donna.. karya Joan Beaz. Itu sungguh luar biasa pemaknaan dalam bait – bait yang seakan – akan menginginkan kebebasan tetapi terbelenggu kekuatan yang sulit untuk kita lawan.
Tetapi entah kenapa semakin beranjaknya tua negeri ini, semakin heboh dengan issu mengenai kehidupan para seniman musik, membahas tuntas kebiasaan – kebiasaan yang di lakukan para seniman, hanya sebatas pada meliput kesehariannya saja (kehidupan sehari – harinya).  Misalnya, kehidupan seorang pemusik yang paling popular di Tahun yang dikatakan menua tapi semakin alay. Contoh dari sekian banyak seniman, katakanlah “Ariel” seorang “Vocalist Band”, Media gempar, geger, dan bahkan Histeris ketika kehidupan sang vocalist itu terbukti melakukan tindak asusila dengan kekasihnya. Media yang saya fikir menjunjung tinggi martabat medianya, menjaga berita – beritanya dari berbagai hal yang picisan ikut serta meramaikan tragedi ini.
Media seakan tidak peduli dengan orang – orang yang berintelektualitas tinggi, yang mana kehidupannya cenderung untuk belajar, ketimbang mengurusi rumah tangga orang lain yang jelas tidak berguna bagi kelangsungan hidupnya. Tidak peduli dengan para penggiat seni yang menunggu kabar baik tentang prestasi musik Indonesia di mata dunia.
“Ariel” Seharusnya menjadi penting, dan sangat berharga dari syair – syair yang di buatnya. Tragedi dalam hidupnya, yang di muat di media macam tragedi Bintaro seharusnya menjadi sepercik saja pengaruhnya bagi dunia musik.  Karena Ariel lebih baik ketimbang musik yang mulai menjamur di Indonesia (musik korea). Sebetulnya musik korea pun menjadi sangat inspiratif bagi Indonesia, seniman Indonesia dapat belajar bagaimana cara menyatukan seni tarinya, kostum, make – up, dan Suara. Tetapi lagi – lagi Media tidak menampilkan kualitas terbaik dari hal tersebut. Music korea itu di tangkap oleh Industri menjadi sebuah keseksian, kecantikan/ ketampanan, dan mempublikasikan kostum korea.
Muak rasanya jika harus di uraikan lebih dalam, pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa memang Jurnalistik Musik itu hanyalah sampah, dari sekian banyak sampah yang masih bisa di daur ulang. Kita masih bisa untuk mengulang sampah ini menjadi sedikit lebih berharga, karena ada pepatah lagi yang sudah banyak membuktikan segala hal, bahwa “Sedikit demi sedikit lama lama membukit”.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah..... karena Indonesia demokrasi...